Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Kementerian PPN/Bappenas bersama Sekolah Pascasarjana Universitas Brawijaya (SPS UB) dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi Nusa Tenggara Barat menyelenggarakan kegiatan Rapat Pembahasan Teknis Program Pendidikan Cost Sharing Kerja Sama pada Jumat (5/7). Rapat ini membahas mengenai kelanjutan rencana pelaksanaan serta finalisasi hasil seleksi peserta program kerjasama pembiayaan program pendidikan S-2 bagi aparatur perencana di lingkungan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2024. Rencananya, peserta yang terseleksi akan mengikuti proses perkuliahan di Magister Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan dan Pembangunan (PSLP) SPS UB.
Kegiatan ini dihadiri oleh Wignyo Adiyoso, Ph.D (Kepala Pusbindiklatren), Prof. Dr. Moh. Khusaini, S.E.,M.Si.,M.A (Direktur SPS UB), Dr. Nurul Badriyah, S.E.,M.E (Wakil Direktur I SPS UB), Lalu Wahyudi Adiguna S.Pi., M.M. (Sekretaris BPSDMD Provinsi NTB), Dwi Harini Septaningtyas (Ketua Pokja Perencanaan dan Pengembangan Pusbindiklatren), dan Pandu Pradana (Ketua Pokja Pendidikan Pusbindiklatren).
Cost-Sharing Pendidikan sebagai Skema Kolaborasi Tanggung Jawab dan Pendanaan Alternatif
Program Pendidikan Cost Sharing Kerja Sama merupakan pendekatan yang melibatkan pembiayaan bersama antara beberapa pihak untuk mendukung program pendidikan. Pada tahun 2023, Pusbindiklatren telah melaksanakan inisiasi ini bersama Universitas Diponegoro dan Pemerintah Kota Semarang, serta Universitas Brawijaya dan Pemerintah Kota Malang. “Semangat awalnya adalah bahwa tanggung jawab dalam memberikan beasiswa tidak hanya berada pada satu pihak, melainkan menjadi tanggung jawab bersama. Ini memperkuat kolaborasi antara berbagai entitas dalam mendukung pendidikan PNS,” tegas Wignyo.
Wignyo menekankan pentingnya model pemberian beasiswa ini dalam mendukung perencanaan pembangunan. “Kerja sama ini berjalan dalam kerangka berbeda dengan kelas reguler yang dilaksanakan kampus, artinya bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi daerah. Kami berharap penelitian dan tesis yang disusun pun dapat diarahkan dalam rangka membantu menyelesaikan atau setidaknya melakukan analisis isu perencanaan pembangunan di daerah yang aplikatif, misalnya pemberdayaan masyarakat, dan dikaitkan dengan konteks perencanaan,” tutur Wignyo.
Tak hanya itu, skema ini juga memungkinkan stakeholder terkait untuk terlibat secara langsung dalam proses perkuliahan mahasiswa. “Selain di perkuliahan yang mengundan dosen tamu dari berbagai latar belakang untuk memberikan pengayaan, program studi wajib mengundang atasan dari pemerintah daerah dan Kementerian PPN/Bappenas saat peserta melaksanakan seminar hasil,” tambah Wignyo.
Komitmen Keberlanjutan dalam Program Cost Sharing
Komitmen Program Pendidikan Cost Sharing Kerja Sama ini dituangkan dalam Nota Kesepahaman Bersama (NKB) antara ketiga belah pihak. Dwi Harini menuturkan bahwa NKB ini disusun dalam kerangka sinergi perencanaan Pembangunan yang menekankan keberlanjutan. “Harapannya, seperti yang telah ditegaskan oleh Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas, program ini tidak akan berhenti pada saat peserta lulus. Dengan bekal kemampuan akademis, riset, dan analisisnya, saat kembali ke instansi diharapkan peserta dapat berperan menjadi perpanjangan tangan Bappenas dalam menjalankan visi-misi perencanaan, utamanya dalam mengintegrasikan dan mensinkronisasi rencana Pembangunan pusat dan daerah,” ungkap Dwi Harini.
Pada program ini, peserta akan menjalankan kelas dengan sistem hybrid atau bauran jarak jauh. Dengan latar belakang unit kerja dan tugas fungsi perencanaan yang dimiliki peserta, diharapkan perkuliahan akan lebih menekankan pada aspek studi kasus, workshop, dan field trip. Hal ini diharapkan dapat mendukung proses perencanaan daerah yang lebih evidence based, dan mengurangi ketergantungan terhadap pihak ketiga. “Mengingat harapan PJ Gubernur Provinsi NTB bahwa peserta bisa membantu dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat mengundang investor, Pusbindiklatren berharap bukan hanya praktik baik saja yang dipelajari, tetapi para peserta bisa juga belajar berbagai contoh perencanaan pembangunan yang kurang baik dan mencari alternatif pemecahan isu tersebut.,” tegas Dwi Harini.
Statistik Hasil Seleksi Peserta Program Pendidikan Cost Sharing Kerja Sama
Sesuai dengan kesepakatan bersama ketiga belah pihak, peserta diseleksi sesuai kriteria administrasi, dilanjutkan dengan Tes Potensi Akademik (TPA) dan Test of English as a Foreign Language (TOEFL). Sebelum menjalankan seleksi, peserta telah diberikan pembekalan TPA dan TOEFL selama masing-masing 3 hari. Workshop TPA dilaksanakan pada 19-21 Juni 2024, dan Workshop TOEFL pada 14 – 16 Juni 2024. Keduanya berjalan secara daring. Dalam pelaksanaannya, dari usulan peserta 22 orang, terdapat 19 orang yang hadir diantaranya 11 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. “Pada proses pelaksanaan TPA, skor tertinggi adalah 602,24 dengan rata-rata 532,61. Sedangkan pada TOEFL, skor tertinggi adalah 577 dengan rata-rata 444,42,” lapor Pandu.
Komitmen Pemerintah Provinsi NTB dan Universitas Brawijaya
Dalam kesempatan ini, SPS UB menegaskan komitmennya untuk menjalankan proses belajar-mengajar dalam program ini. “Bagi kami secara penyelenggara program studi, batas usia tidak menjadi masalah. Namun kami berharap bahwa ilmu yang didapat peserta dari program ini bisa diimplementasikan. Itulah mengapa sebaiknya tidak mendekati waktu pensiun,” tutur Khusaini. Selain itu, Pandu menegaskan bahwa keterlibatan pemerintah daerah dalam program ini dinilai sangat penting sebab dalam proses monitoring peserta. “Kami memohon peran serta BPSDMD Provinsi NTB juga untuk dapat langsung ‘mencolek’ dan mengingatkan peserta secara langsung apabila terdapat potensi keterlambatan penyelesaian pendidikan,” tegas Pandu.
Secara umum, Pemerintah Provinsi NTB menyampaikan apresiasinya atas insisasi program cost sharing kerja sama ini. “Akhirnya progress atas diskusi kita selama ini semakin terlihat. Sejalan dengan apa yang diharapkan Bappenas, kami juga memiliki pandangan tentang bagaimana bisa mendukung karyasiswa nantinya sehingga ilmunya lebih bisa aplikatif dan kontributif terhadap amanat pembangunan yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” tutur Lalu Wahyudi.